Selama beberapa bulan terakhir ini, masyarakat diusik dengan pemberitaan
media terkait dengan Kasus Polisi Budi Gunawan yang merupakan calon tunggal
sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). Pencalonan Budi
Gunawan sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) tidak
hanya mengundang kritik dari masyarakat, tetapi juga kritik dari Komisi
Pemberantasan Korupsi atau yang lebih kita kenal dengan nama KPK. Munculnya
kritikan tersebut dikarenakan adanya dugaan keterkaitan Budi Gunawan dengan
beberapa kasus korupsi di Indonesia. Sehingga pada sekitar bulan januari 2015,
KPK memutuskan untuk menjadikan Budi Gunawan sebagai Tersangka atas Kasus
Korupsi yang dilakukannya saat Beliau masih menjabat sebagai Kepala Biro
Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan
beberapa jabatan lainnya di Lembaga Kepolisian.
Namun, Budi Gunawan tidak tinggal diam dengan hal tersebut, sehingga
pada tanggal 19 Januari 2015 Budi Gunawan melalui kuasa hukumnya mendaftarkan
gugatan praperadilannya hingga akhirnya gugatan tersebut diterima oleh
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan status tersangka Budi Gunawan menjadi
batal. Diterimanya Gugatan Praperadilan tersebut kembali menuai pro dan kontra,
terutama dari para pakar hukum di Indonesia. Gugatan Praperadilan yang diajukan
oleh Budi Gunawan dan juga diterima oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan telah menyalahi logika hukum karena hal tersebut tidak sesuai dengan
penerapan dari Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (untuk
selanjutnya disebut KUHAP).
Praperadilan Budi Gunawan menjadi suatu cikal bakal bagi para tersangka
tersangka korupsi lainnya untuk mengajukan Praperadilan. Oleh karena itu,
pembahasan mengenai Praperadilan menjadi suatu bahan yang menarik untuk dibahas
akhir-akhir ini, ditambah lagi masyarakat jadi ingin mengetahui lebih lagi
mengenai Praperadilan.
Praperadilan merupakan salah satu kewenangan pengadilan dan juga
penerapan upaya paksa oleh Polisi dan Jaksa meliputi:
·
Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan yang dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak
ketiga yang berkepentingan (Pasal 80 KUHAP);
·
Ganti kerugian dan/ atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara
pidananya dihentikan ditingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 KUHAP);
·
Sah atau tidaknya benda yang disita sebagai alat pembuktian (Pasal 82
ayat (1) b dan ayat 3 KUHAP);
·
Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas
penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan
undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau badan hukum yang
diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri (Pasal 95 ayat
(2) KUHAP);
·
Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan
tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau
badan hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri
(Pasal 97 ayat (3) KUHAP).
Setelah melihat beberapa alasan hukum yang tepat untuk mengajukan Gugatan Praperadilan di Pengadilan Negeri seperti yang telah kami kemukakan di atas, baiknya kita bisa menafsirkan lebih baik lagi apakah Gugatan Praperadilan yang telah diajukan oleh Budi Gunawan tersebut telah sesuai atau tidak dengan ketentuan di dalam KUHAP. Namun, terlepas dari setiap penafsiran pribadi masing-masing kita terhadap kebenaran dari diterimanya Gugatan Praperadilan Budi Gunawan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ada baiknya apabila kita dapat menambahkan sedikit ilmu mengenai Proses Perkara Praperadilan dalam Praktek. Pada dasarnya, Pendaftaran Gugatan Praperadilan dilakukan di bagian Kepaniteraan Pidana, selanjutnya kita akan mendapatkan nomor tanpa pembayaran persekot biaya perkara seperti perkara perdata. Selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan perkara praperadilan yang diatur di dalam Pasal 82 – 83 KUHAP. Di dalam praktek, proses penunjukan hakim oleh Ketua Pengadilan Negeri memerlukan waktu selama lebih dari 3 hari, karena hakim yang ditunjuk tersebut tetap perlu waktu untuk mempelajari perkara tersebut sebelum akhirnya disidangkan. Selanjutnya ditentukan bahwa pemeriksaan perkara praperadilan dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya 7 hari, hakim harus sudah menjatuhkan putusannya. Mengenai ketentuan isi putusan dari praperadilan diatur di dalam Pasal 82 ayat (3) KUHAP , yang mana putusan tersebut harus memuat:
Mengenai upaya hukum terhadap putusan praperadilan dapat kita lihat
lebih lagi di dalam Pasal 83 KUHAP, yang pada umumnya tidak dapat dimintakan
banding kecuali putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya pengehntian
penyidikan atau penuntutan, yang untuk itu dimintaakan putusan akhir ke
Pengadilan Tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan. Selain itu, dalam
Undang-Undang tentang Mahkamah Agung, putusan prapeadilan tidak boleh diajukan
kasasi (terdapat dalam Pasal 45 A UU Mahkamah Agung Nomor 03 Tahun 2009 jo SEMA Nomor 8 Tahun 2011).
SIDABUKKE
& PARTNERS adalah
merupakan firma hukum yang berada di Jakarta yang salah satunya memiliki jasa
profesional hukum kepada para pihak yang membutuhkan advokat atau kuasa hukum
di dalam proses pendampingan baik di tingkat kepolisian, kejaksaan, maupun
pengadilan.